Seputar Pertanian
BERANDA  KEBIJAKAN DAN PERATURAN      ARTIKEL    DATA DAN FAKTA    TENTANG SITUS INI 

Rabu, 14 Juni 2017

TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia mempermasalahkan keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam program bantuan produksi pangan di Kementerian Pertanian. Anggota Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, mengatakan ada dugaan maladministrasi di sana. Alasannya, program yang dimulai sejak 2015 itu tidak didukung regulasi yang patut, hanya berdasarkan nota kesepahaman (MoU).

"Undang-Undang TNI mensyaratkan perlu ada keputusan politik presiden. Namun hingga saat ini SK Presiden belum diterbitkan," katanya kepada Tempo pekan lalu.

Selain itu, pelibatan TNI dalam program tersebut tidak sesuai dengan peran dan fungsi tentara sebagai penjaga keamanan utama negara dalam menghadapi serangan musuh dari luar. Sebab, tentara dilibatkan dari penyuluhan, pembangunan infrastruktur, pencetakan sawah, distribusi alat mesin pertanian, hingga penyerapan produksi. Padahal, kata Ahmad, tentara tidak memiliki kompetensi di bidang itu.

Ombudsman juga menduga program pencetakan sawah tidak dilakukan dengan kajian yang baik. Akibatnya, banyak sawah baru yang tidak dapat memproduksi padi. "Padahal sudah banyak anggaran yang diturunkan," katanya. Tahun lalu Kementerian Pertanian menggelontorkan duit Rp 3,5 triliun untuk membuka 130 ribu hektare lahan.

Dalam kajiannya tahun lalu, Ahmad melanjutkan, Ombudsman juga menemukan banyak persoalan dalam prosedur penyerapan gabah hasil panen. "Akibat serap gabah yang dipaksakan kepada Bulog, standar kualitasnya kurang terjamin," kata dia.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan, Noorhalis Majid, mengatakan di daerahnya banyak pencetakan sawah yang tidak bisa digunakan. Sebagian lahan tidak bisa ditanami karena tak memiliki irigasi, sebagian lain juga tidak bisa ditanami karena terendam air. "Kuantitas cetak sawah oleh TNI memang terjadi, tapi kualitasnya tidak terpenuhi," katanya.

Anggota Komisi Pertanian, Hamdhani, juga memperoleh banyak keluhan dari masyarakat di daerah pemilihannya, Kalimantan Tengah. Para petani di sana mengatakan lahan-lahan hasil cetak sawah memiliki kadar air terlalu tinggi sehingga tidak bisa ditanami padi. "Kalau tidak bisa ditanami padi, artinya anggaran pemerintah pusat tidak teralokasi dengan bagus," katanya.

Adapun Wakil Ketua Komisi Pertanian Daniel Johan menerima keluhan mengenai petani yang dipaksa tentara untuk menjual gabahnya ke Bulog. "Petani merasa sepertinya dipaksa dan diintimidasi TNI untuk menjual dengan harga rendah," katanya.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman berpendapat sebaliknya. Menurut dia, program itu sudah sukses besar. "Cetak sawah yang tadinya 26 ribu hektare pada 2014, naik 500 persen menjadi 130 ribu hektare, kan hebat namanya," kata Amran.

Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Mulyono menilai keterlibatan TNI dalam program itu tidak perlu dipersoalkan. "Mengapa? Kami membantu rakyat, yang merupakan ibu kandung TNI," katanya, kemarin. Menurut Mulyono, berkat kerja TNI itu, Indonesia telah berhasil mencapai swasembada pangan. "Tahun ini malah sudah ekspor beras."

Kementerian Pertanian menegaskan pelibatan TNI dalam Program Upaya Khusus (UPUS) percepatan peningkatan produksi pangan sejalan dengan peran TNI dalam menjaga pertahanan nasional. Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Agung Hendriadi, mengatakan jika Ombudsman menemukan ada ketidakjelasan dalam kerja sama Kementan dan TNI, alangkah baiknya bertanya langsung kepada lembaga terkait. Sehingga tidak menimbulkan bias bagi masyarakat dan kegadugan.

"Membangun pertanian atau pangan sama halnya membangun pertahanan negara karena pangan punya peran strategis yakni menyangkut urusan kebutuhan hajat hidup masyarakat. Apabila produksi pangan kurang dan ketersediaan pangan tidak merata, maka dapat mengancam pertahanan negara. Di sinilah kaitannya dengan peran TNI," kata Agung di Jakarta, Selasa, 13 Juni 2017.

MITRA TARIGAN | RINA W.

 

Ini Alasan Ombudsman Persoalkan TNI Terlibat Urusan Petani