Dorong Reformasi Pangan, Pemerintah Bentuk Korporasi Petani
TEMPO.CO, Semarang - Pemerintah memutuskan membentuk korporasi petani (corporate farming) dan Badan Usaha Milik Petani dalam rangka
mendorong reformasi pangan. Keputusan untuk memperkuat tata kelola teknologi, produksi, dan distribusi hasil pertanian tersebut didapat
dari hasil rapat koordinasi pemerintah dan Bank Indonesia mengenai reformasi pangan di Semarang, Jawa Tengah, Jumat lalu.
Gubernur
Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan petani yang memiliki lahan di bawah 1 hektare akan membuat kontrak kerja sama untuk mendorong
reformasi pangan. "Asalkan sudah menjadi badan hukum, tentu bisa melakukan pembiayaan yang lebih efektif," kata Agus, Jumat, 31 Maret
2017.
Menurut Agus, sistem ini telah diterapkan di dua desa di Kabupaten Sukoharjo (Jawa Tengah) dan Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta).
Petani membentuk kerja sama agar dapat mengakses teknologi pertanian yang lebih modern, mendapat pembiayaan perbankan, dan menggarap
pengelolaan pasca-panen.
Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Dody Budi Waluyo, mengatakan minimnya
lahan yang dikuasai petani berdampak pada sulitnya akses teknologi serta pembiayaan melalui bank. Petani dengan aset kecil, apalagi
yang tak memiliki sertifikat, sulit memperoleh kredit usaha rakyat.
Karena itu, kata Dody, pemerintah mendorong pembentukan korporasi
petani yang juga bisa menyelamatkan mereka dari jeratan tengkulak. "Ada 57 persen petani beras berhadapan dengan tengkulak dan ijon.
Akses pembiayaan lewat bank hanya 15 persen," kata dia.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pengelolaan petani
dengan konsep korporasi sejalan dengan peningkatan kredit usaha rakyat (KUR) untuk sektor produksi primer. Sektor tersebut mencaplok
40 persen dari jatah KUR yang disalurkan pemerintah dan bank tahun ini.
Karena itu, pemerintah akan mengurangi porsi kredit untuk
pedagang dan memperbesar pembiayaan bagi petani. "Kami anggap komposisinya kurang pas, sehingga kami naikkan. Tahun depan kami lihat
lagi arahnya seperti apa, idealnya produksi sampai 80 persen," kata Darmin.
Pemerintah juga meminta bank menyediakan pembiayaan dengan
tenor lebih cepat bagi produksi pangan dengan umur panen di bawah satu tahun. Sebab, tak seluruh petani mampu membayar angsuran pra-panen.
PUTRI ADITYOWATI