BERANDA  KEBIJAKAN DAN PERATURAN      ARTIKEL    DATA DAN FAKTA    TENTANG SITUS INI 
 Seputar Pertanian
Pramdia Arhando Julianto
Kompas.com - 27/07/2017
JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai efektifitas penyaluran subsidi input kepada petani dalam bentuk pupuk, benih, hingga bantuan lainnya perlu ditingkatkan.
Direktur Eksekutif Indef, Enny Sri Hartati mengatakan, alokasi anggaran subsidi input di sektor pertanian meningkat drastis dalam dua tahun terakhir.
Pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 subsidi pupuk lebih dari Rp 30 triliun, bahkan total anggaran kedaulatan pangan melonjak dari Rp 67,3 triliun di 2014, menjadi Rp 103,1 triliun pada 2017.
"Mengapa subsidi yang besar tidak bisa memberikan efisiensi dalam hal biaya produksi padi. Kenyatannya biaya produksi padi di Indonesia sudah 2,5 kali dari Vietnam, di Indonesia biaya produksi padi Rp 4.079 per kilogram, sementara Vietnam Rp 1.679 per kilogram," ujar Enny saat diskusi Indef dengan media di Kawasan Pejaten, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Menurutnya, dengan tingginya biaya tersebut berarti masih terjadi persoalan dalam hal efektifitas subsidi yang dinikmati oleh petani.
"Hasil studi dari Worldbank menyebutkan subsidi pupuk yang efektif dinikmati petani hanya 40 persen," papar Enny.
Selain penyaluran subsidi pupuk yang belum efektif, penyaluran benih padi oleh pemerintah kepada petani juga disinyalir masih menyimpan persoalan.
"Subsidi benih yang diterima menyalahi tiga hal, pertama tidak tepat waktu, kedua tidak tepat kualitas, dan tidak tepat varietas. Pengadaan benih masih sentralistik dan juga waktunya bersamaan, padahal waktu tanam, karakteristik daerah itu berbeda," jelas Enny.
Biaya Produksi Naik
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan, saat ini tingkat biaya usaha tani semakin meningkat, sehingga, sangat tidak mungkin pemerintah menetapkan harga beras semua jenis Rp 9.000 per kilogram.
"Biaya usaha tani ini sudah naik semua, kalau pemerintah menekan harga dengan cara (Harga Eceran Tertinggi) seperti ini yang sangat dirugikan adalah petani kecil.
Berdasarkan perhitungan Asosiasi Bank Benih dan Teknologi tani Indonesia (AB2TI), harga gabah di level usaha tani berkisar Rp 4.000 sampai Rp 4.500 per kilogram, kemudian menjadi beras seharga Rp 9.000 per kilogram, di level usaha tani.

Selain itu, lanjut Dwi, biaya buruh tani dalam arti biaya tenaga kerja di dalam bidang pertanian juga naik tinggi.
"Saat ini, biaya itu belum nanti kalau di transportasi, belum packaging, belum masuk ke pengecer dan sebagainya dan harga beras rata-rata nasional itu sudah Rp 10.600 per kilogram," ungkapnya.
Biaya Produksi Padi di Indonesia Lebih Mahal Ketimbang Vietnam