Rabu, 14 Juni 2017
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian menggelontorkan uang triliunan rupiah untuk membuka sawah baru yang diharapkan
bisa mendukung pencapaian swasembada pangan. TNI menjadi ujung tombak pelaksanaannya di seluruh daerah.
Sejak 2015, tentara dilibatkan
dalam berbagai hal, dari penyuluhan, pembangunan infrastruktur, pencetakan sawah, distribusi mesin pertanian, hingga penyerapan produk
pertanian.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengklaim program tata kelola beras sejak melibatkan TNI, 2015, sudah sukses besar. "Sebelum
bekerja sama dengan TNI produksi sawahnya 26 ribu hektare per tahun. Namun, setelah kerja sama, jumlah percetakan sawahnya menjadi
500 persen atau menjadi 138 ribu hektare pada tahun lalu. Artnya, bagus sekali dong," ujarnya kepada Tempo seperti dalam Koran Tempo
edisi Selasa, 13 Juni 2017.
Berdasarkan data dari Ombudsman Republik Indonesia dan Nota Keuangan 2015, pada tahun 2015, Kementerian
Pertanian menggelontorkan duit Rp 429 miliar untuk membuka lahan sawah seluas 30 ribu hektare. Namun, yang tercetak hanya 20 ribu
hektare.
Kemudian pada tahun 2016, kementerian yang dipimpin Amran kembali mengeluarkan anggaran Rp 3,5 triliun untuk mencetak 130
ribu hektare. Di tahun lalu, yang tercetak 129 hektare.
Tahun 2017, anggaran yang dikucurkan Rp 1,5 triliun untuk mencetak 80 ribu
hektare sawah. Tahun ini, luas sawah yang tercetak belum terdata.
Keterlibatan TNI dalam mengurus produksi pangan dipermasalahkan Ombudsman.
Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih mengatakan program tersebut tidak didukung regulasi yang patut hanya berdasarkan nota
kesepahaman (MoU). Padahal, "Undang-Undang TNI mensyaratkan perlu ada keputusan politik presiden. Namun hingga kini SK Presiden belum
diterbitkan," katanya kepada Tempo pekan lalu.
Menanggapi Ombudsman yang mempersoalkan keterlibatan TNI, Menteri Amran menanggapi dengan
santai. "Mengapa harus dipertanyakan? Kan semua lembaga kerja sama dengan TNI, seperti kepolisian, kejaksaan.
MITRA TARIGAN |
HUSSEIN ABRI